Iklan oleh Google

Perubahan Iklim akan Pengaruhi Target MDG's


Jumat, 28 September 2007

Perubahan iklim dan bencana alam berpengaruh besar pada pencapaian tujuan millenium development goals (MDGs) yang telah disepakati Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia pada 2015.

"Banyak hal yang cukup menonjol akhir-akhir ini memengaruhi ketersediaan air dan energi, kesehatan, keanekaragaman hayati, dan pertanian atau pangan Indonesia," jelas Kepala LIPI Umar Anggara Jenie, di Jakarta, kemarin.

Umar mengatakan pembahasan para ilmuwan mengenai topik-topik krusial dalam forum tersebut diharapkan mampu memecahkan masalah bangsa yang semakin nyata saat ini, mengingat Laporan millenium development goals (MDGs) Asia Pasifik menunjukkan skor negatif kepada Indonesia.

Indonesia ditempatkan dalam kategori terbawah bersama Bangladesh, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan Filipina dalam indeks kemajuan maupun dalam status terakhirnya.

Dari 23 indikator dalam tujuh sasaran MDGs enam di antaranya masuk kriteria mundur yaitu garis kemiskinan, kekurangan gizi, kerusakan hutan, emisi karbon dioksida, air bersih perkotaan, dan sanitasi di perdesaan.

Umar mengharapkan KIPNAS IX yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 20-23 November 2007 mampu memberikan alternatif solusi permasalahan dampak pemanasan global dan perubahan iklim pada lima bidang, yaitu air, energi, pertanian, kesehatan dan keanekaragaman hayati.

Di samping itu, KIPNAS IX diharapkan juga dapat mendorong kegiatan penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi, terjalinnya kerja sama antarkeahlian, terekamnya data yang berkaitan dengan perkembangan iptek terkini dan tersusunnya rekomendasi ilmiah. "KIPNAS akan memberikan rekomendasi untuk pertemuan internasional perubahan iklim yang akan diselenggarakan di Bali nanti," tambahnya.

REDD akan terganjal

Sementara itu, optimisme Indonesia agar isu REDD (reduction emission from deforestation and forest degradation) mencuat di COP-13 UNFCCC Bali akan mudah tersandung buruknya tata kelola hutan. Dalam dekade 1990-an persoalan kehilangan hutan tropis akibat pembalakan liar, korupsi di sektor kehutanan, dan minimnya penegakan hukum belum tuntas sampai hari ini.

Direktur Program Iklim dan Energi WWF Eka Melisa pesimistis negara-negara maju akan mengikuti negosiasi untuk pengurangan emisi dari deforestasi di negara berkembang REDD jika persoalan tadi belum dibenahi. "Isu hutan kita selama ini adalah governmental, karenanya pembenahan secara governmental yang nantinya akan dibeli negara maju," ungkapnya seusai diskusi perubahan iklim dan konsekuensinya di Jakarta, Rabu (26/9).

Eka yakin, agenda tentang deforestasi tidak akan tenggelam selama pertemuan Bali di akhir tahun ini. Bersanding dengan tiga agenda lain seperti dorongan untuk transfer teknologi, kilas balik Protokol Kyoto untuk mandat baru pasca 2012 (masa kedaluwarsa Protokol Kyoto), dan mendorong target emisi industri di negara maju dalam Adhoc Working Groups.

Hanya saja kerusakan hutan Indonesia akan menjadi beban politik tersendiri. Selain itu, skema pengurangan deforestasi saat ini masih terlalu teknis. Baru membicarakan definisi deforestasi dan negara-negara mana yang memiliki cadangan hutan. "Belum sampai ke persoalan financing (pendanaan) yang sudah diributkan di mana-mana."

(Ccr/*/H-1)

Sumber : Media Indonesia (28 September 2007)

Tidak ada komentar: